Sudah dua hari UAS, rasanya aku butuh penyegaran. Meski masih bisa membuka laptop, sekedar berkicau di twitter, atau membuat kerusuhan di facebook, tapi tetap saja kepalaku serasa akan pecah mengingat ujian yang baru kulewati. Rasanya kerusuhan teman-teman PALANTA atau kata penuh gurau dari dia *uhuk* tak mampu mengalihkan pikiranku. Ditambah dengan listrik yang sering galau mati-hidup-mati-hidup, aku makin galau.
Tapi hari ini, sedikit berbeda. Hari ini aku menerima sebuah notifikasi facebook dari bang Dodi Prananda, yang berisikan sebuah tulisan di blognya, "Saya Bangga Menjadi Mahasiswa Komunikasi UI" (yang penasaran silahkan klik linknya) yang membuat airmataku menggenang.
Tulisan ini membuatku teringat percakapanku dengan temanku. Ketika kami sama-sama bermimpi untuk melanjutkan pesawat asa kami, aku di Komunikasi UNPAD, dia di Penerbangan ITB. Sama-sama di Bandung. Tak mau saling berjauhan, itulah alasan kami dulu. Lalu mimpi itu berubah. Terinspirasi novel Edensor dan Negeri 5 Menara, kami bermimpi menjelajah Eropa, berkuliah di Perancis, mengunjungi Trafalgar Square di Inggris (hei, betul gak nih ejaannya?), dan entah berapa banyak kota yang telah kami petakan untuk dijelajahi. Kemudian mimpi itu berkembang, dia ingin bekerja di perusahaan Boeing, aku ingin menjelajahi dunia, meliput di daerah-daerah konflik (masih ingat ketika kita mendebatkan ini di ruang les?).
Aku masih ingat ketika kami mendebatkan mimpiku yang agak "gila" ini. Dia menentang keinginanku untuk menjadi wartawan, apalagi jika meliput daerah-daerah berbahaya.
Oh, tidak! Editor mungkin akan jadi pilihan karirku setelah menikah, tapi tidak disaat ini. Aku ingin meliput. Meliput itu punya sensasi tersendiri (yang tentunya berbeda dengan sensasi menulis), terutama meliput daerah yang berbahaya. Mungkin ini bawaanku yang sejak dulu menggemari hal-hal yang berbau spionase. HAHA.
Yah, biarkan mimpi yang menuntun kita.
Tapi hari ini, sedikit berbeda. Hari ini aku menerima sebuah notifikasi facebook dari bang Dodi Prananda, yang berisikan sebuah tulisan di blognya, "Saya Bangga Menjadi Mahasiswa Komunikasi UI" (yang penasaran silahkan klik linknya) yang membuat airmataku menggenang.
Tulisan ini membuatku teringat percakapanku dengan temanku. Ketika kami sama-sama bermimpi untuk melanjutkan pesawat asa kami, aku di Komunikasi UNPAD, dia di Penerbangan ITB. Sama-sama di Bandung. Tak mau saling berjauhan, itulah alasan kami dulu. Lalu mimpi itu berubah. Terinspirasi novel Edensor dan Negeri 5 Menara, kami bermimpi menjelajah Eropa, berkuliah di Perancis, mengunjungi Trafalgar Square di Inggris (hei, betul gak nih ejaannya?), dan entah berapa banyak kota yang telah kami petakan untuk dijelajahi. Kemudian mimpi itu berkembang, dia ingin bekerja di perusahaan Boeing, aku ingin menjelajahi dunia, meliput di daerah-daerah konflik (masih ingat ketika kita mendebatkan ini di ruang les?).
Aku masih ingat ketika kami mendebatkan mimpiku yang agak "gila" ini. Dia menentang keinginanku untuk menjadi wartawan, apalagi jika meliput daerah-daerah berbahaya.
Aku agak berat kalo kamu ngeliput daerah berbahaya gitu. Kamu tu cewek, mending kerja di belakang meja aja. Jadi editor gitu.
Oh, tidak! Editor mungkin akan jadi pilihan karirku setelah menikah, tapi tidak disaat ini. Aku ingin meliput. Meliput itu punya sensasi tersendiri (yang tentunya berbeda dengan sensasi menulis), terutama meliput daerah yang berbahaya. Mungkin ini bawaanku yang sejak dulu menggemari hal-hal yang berbau spionase. HAHA.
Yah, biarkan mimpi yang menuntun kita.