Setiap kali saya bertemu dengan orang baru, terutama yang bukan berasal dari Sumatera Barat, percakapan seolah sudah menjadi template basa-basi.
+ "Mbak Awin orang Minang? Asli mana?"
- "Asli Padang"
+ "Padang-nya di mana?"
- "Hah?"
+ "Iya, Padang-nya di mana? Bukittinggi, Padang Panjang?"
- "Ya di Padang, ibu kota Sumatera Barat"
+ "Ooohh...."
Ya begitulah. Walau internet sudah 4G menuju 5G, masih banyak yang tidak tahu bahwa Sumatera Barat tidak sebatas Padang. Ada 12 kabupaten dan 7 kota dengan segala keunikannya di Sumatera Barat ini. Ada Bukittinggi dan jam gadang-nya, ada Batusangkar dengan Istano Pagaruyuang, ada pula Painan dengan Pulau Mandeh yang tak kalah cantik dari Raja Ampat.
Nah, kali ini saya mau berbagi cerita tentang sebuah kota, tak jauh dari kota Padang, yang terkenal dengan hoyak tabuik dan Puti Gondan Gandoria.
Kota Pariaman (sumber foto : wikipedia) |
Kota Pariaman berjarak sekitar satu setengah jam perjalanan dari kota Padang. Pada masanya, kota ini pernah menjadi pelabuhan dan salah satu pusat maritim terkuat Indonesia. Di kota ini pula tradisi Tabuik dilaksanakan setiap bulan Muharram. Kota Piaman ini juga terkenal dengan jajaran pantainya yang indah dan menawan.
Pantai Gandoriah saat perayaan Tabuik setiap tanggal 10 Muharram sumber foto : taufiqurokhman.com |
Sabtu lalu (07/12) saya dan teman-teman blogger dari kota Padang jalan-jalan hore ke kota Pariaman, refreshing ceritanya. Kebetulan, dari sekian banyak tujuan destinasi wisata lokal, Pariaman merupakan satu-satunya kota yang saat ini memiliki akses kereta api yang harganya sangat terjangkau.
Setelah melihat jadwal keberangkatan, kami pun memutuskan untuk berangkat dengan kereta paling pagi. Alasannya sih biar bisa lebih lama jalan-jalan mengelilingi kota Pariaman. Jadilah selepas subuh kita semua sudah berada di stasiun Simpang Haru.
In frame : Terry Selvy dan Bang Ubay |
Foto ini sempat menyebabkan drama yang lebih dramatis dari drama Korea |
Sampai di stasiun, kita dijemput oleh bang Bowjie, yang membawa kita makan pagi di kedai nasi sala. Menu unik di kedai ini adalah aneka sala.
Usut punya usut, sala bukanlah nama adonan yang digunakan para One (sebutan untuk kaum ibu di daerah Pariaman) untuk menggoreng aneka ikan, cumi, dan udang. Kata sala memang berarti "(di)goreng", sehingga semua penganan yang digoreng disebut sala di daerah ini.
Tolong jangan tanya kenapa saya baru tahu istilah ini. Kampung saya bukan di Pariaman soalnya :)))))
ASEAN Youth Park, Pantai Gandoria, dan Monumen Perjuangan TNI AL Kota Pariaman
Nah, setelah kenyang makan nasi sala yang enaknya bikin baper, kita lanjut ke ASEAN Youth Park. Lokasi landmark yang satu ini tidak jauh dari kedai nasi sala yang pemandangannya tidak kalah dari restoran seafood bintang 5.
ASEAN Youth Park ini dibangun memperingati penandatanganan prasasti Pemuda ASEAN pada Februari 2016 (sumber : pariamankota.go.id). Sekarang, taman ini menjadi salah satu destinasi wisata sekaligus tempat banyak warga berolahraga di akhir pekan. Di sini kami menyempatkan diri untuk berpose. Yah, soalnya jarang-jarang ke Pariaman, sih.
Karena Pariaman adalah kota pesisir, menemukan sebuah pantai sama mudahnya dengan menemukan kedai nasi sala atau nasi sek. Hampir semua spot pantai di kota Pariaman dapat dijajal dengan berjalan kaki. Seperti Pantai Gandoria.
Kami berjalan kaki menuju Pantai Gandoriah dari ASEAN Youth Park. Tidak terlalu jauh memang, hanya sekitar 5-10 menit. Pun tidak terasa penat karena sepanjang kami mengobrol dan tertawa.
Pantai Gandoria adalah destinasi wisata yang paling terkenal di Pariaman. Dari kota Padang sangat mudah mengakses pantai ini karena Stasiun KA Pariaman persis terletak di pinggir pantai ini. So, buat kamu yang baru pertama kali ke Pariaman, bisa memulai itinerary perjalananmu dari pantai ini.
Tak seberapa jauh dari pantai yang konon menjadi saksi bisu kisah Anggun Nan Tongga ini, ada sebuah monumen, Monumen Perjuangan TNI AL Kota Pariaman ini didirikan untuk mengenang perjuangan TNI AL di Pariaman pada masa Agresi Militer Belanda II. Monumen ini diresmikan langsung oleh KSAL Laksmana Ade Supandi pada bulan Maret 2017 (sumber : pariamankota.go.id).
Sekolah Tinggi IlmuBahasa Baruak (STIB)
Berlokasi di pesisir pantai, sebagian masyarakat Pariaman hidup dari ladang kelapa. Setiap panen, si empu ladang akan memakai jasa baruak alias kera. Nah, agar si baruak ini lihai memilah kelapa yang bisa dipetik, mereka dilatih terlebih dahulu. Nah, di Nagari Apar, para pemuda secara swadaya mendirikan sebuah tempat untuk melatih para baruak ini. Agar menarik, dibuatlah namanya Sekolah Tinggi Ilmu Baruak.
Penamaan ini konon digunakan untuk memotivasi para pelajar di Pariaman agar bersekolah setinggi-tingginya. Ibaratnya, baruak saja sekolah, masa kita (para pelajar) engga?
By the way, di sini saya sempat bikin konten kolaborasi dengan salah satu kreator asal Pariaman, Jibiyang bukan biji-bijian namanya.
Minggir kalian, pengabdi diet! |
Tolong jangan tanya kenapa saya baru tahu istilah ini. Kampung saya bukan di Pariaman soalnya :)))))
Iya, emang kurang ajar. Gak usah menghujat kalian. |
Nah, setelah kenyang makan nasi sala yang enaknya bikin baper, kita lanjut ke ASEAN Youth Park. Lokasi landmark yang satu ini tidak jauh dari kedai nasi sala yang pemandangannya tidak kalah dari restoran seafood bintang 5.
ASEAN Youth Park ini dibangun memperingati penandatanganan prasasti Pemuda ASEAN pada Februari 2016 (sumber : pariamankota.go.id). Sekarang, taman ini menjadi salah satu destinasi wisata sekaligus tempat banyak warga berolahraga di akhir pekan. Di sini kami menyempatkan diri untuk berpose. Yah, soalnya jarang-jarang ke Pariaman, sih.
"Yang alay ya, posenya!" - Bang Ubay |
Kami berjalan kaki menuju Pantai Gandoriah dari ASEAN Youth Park. Tidak terlalu jauh memang, hanya sekitar 5-10 menit. Pun tidak terasa penat karena sepanjang kami mengobrol dan tertawa.
Jalan kaki sambil menggibah, sungguh nikmat sekali Dipotret oleh : sanscobars |
Tolong jangan ke pantai Gandoria tengah hari, ya PANAS BANGET SOALNYA |
Sekolah Tinggi Ilmu
Berlokasi di pesisir pantai, sebagian masyarakat Pariaman hidup dari ladang kelapa. Setiap panen, si empu ladang akan memakai jasa baruak alias kera. Nah, agar si baruak ini lihai memilah kelapa yang bisa dipetik, mereka dilatih terlebih dahulu. Nah, di Nagari Apar, para pemuda secara swadaya mendirikan sebuah tempat untuk melatih para baruak ini. Agar menarik, dibuatlah namanya Sekolah Tinggi Ilmu Baruak.
Gerbang kampus (?) STIB |
By the way, di sini saya sempat bikin konten kolaborasi dengan salah satu kreator asal Pariaman, Jibi
Hutan Mangrove dan Pusat Konservasi Penyu
Selain STIB, salah satu tempat wisata lingkungan yang paling ingin saya kunjungi adalah kawasan hutan mangrove dan pusat konservasi penyu. Emang saya itu anaknya suka alam tapi engga pernah suka naik gunung, jadi ya mainnya ke tempat-tempat konservasi kayak gini.
Udah kayak film Korea gak? Difotoin oleh : tulustm |
Konon, tempat ini tempat favoritnya anak-anak muda Pariaman memadu kasih. Benar saja, ketika kami tiba, ada sekelompok remaja SMA yang sedang merayakan ulang tahun temannya. Tempatnya memang anak muda sekali, dengan berbagai spot foto yang dibuat dari barang-barang bekas.
Favorit saya adalah sarang marsupilami. Pas naiknya rusuh teriak-teriak takut jatoh, pas udah di atas malah dikerjain tangganya dijauhin sama si Jibi. Ngeselin emang.
Semoga setelah ini saya tidak diserang fans-nya Tulus. |
Terima kasih, Pariaman! |