Pertanyaan Template yang Bikin Makan Indomie
1:17 PM
Pernah mendengar pertanyaan template? Itu loh pertanyaan-pertanyaan sejenis "kapan wisuda", "kapan nikah", "kapan punya anak", dan sebagainya, dan begitulah. Pertanyaan-pertanyaan ini biasanya muncul dari orang yang lebih tua atau teman yang sudah lama tidak bersua. Pertanyaan-pertanyaan macam ini biasanya memicu tekanan darah dan gula darah meningkat.
Sebagai seorang perempuan yang sudah memasuki pertengahan kepala dua dan belum memakai toga, pertanyaan-pertanyaan ini mulai menjadi momok tersendiri buat saya. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak lagi menyenangkan buat saya. Maka, alih-alih menjawab dengan sopan saya mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan motivasi membuat si penanya makin kesal. Dibikin kesel sih, keselin balik lah. Masa mau kalah #digamparberjamaah.
Akhirnya saya menyadari betapa toxic dan tidak berfaedahnya pertanyaan-pertanyaan ini. I mean, LITERALLY toxic! Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pemicu utama stres hingga saya sempat mengabaikan skripsi selama beberapa minggu. The more they ask, the more I avoid it. Saya menjadi muak dan memilih untuk rehat sejenak dari pengerjaan skripsi karena pertanyaan ini mulai mempengaruhi kesehatan mental saya. Saya menjadi sangat stres dan rekan-rekan saya mulai curiga jika saya mulai mengalami depresi.
For the record, saya mulai mengalami insomnia akut sampai pada tahap tidak bisa tidur selama lebih dari 24 jam. Saya menjadi sangat emosional hingga terkadang saya baru dapat tertidur setelah menangis tanpa sebab semalaman. Saya bahkan merasa lapar sepanjang hari, sebanyak apapun makanan yang saya konsumsi.
That's when I began questioning my life purpose. Why I have to finish this, why I have to graduate, what will I do after graduate. Then I realize those toxic questions have nothing to do with my life.
Saya mulai mengambil setiap kesempatan yang memberi saya "alasan" untuk rehat sejenak dari skripsi. Mulai dari pekerjaan jangka pendek semisal pengerjaan artikel hingga proyek jangka panjang yang baru saya selesaikan Maret lalu. Saya mulai mengurangi dosis paparan sosial media saya dan menyibukkan diri pada hal-hal nyata yang tersaji di depan saya. Singkatnya, saya menata mental saya untuk kembali mengerjakan skripsi.
Banyak yang bilang saya terlalu sensitif, baperan. But guys, wouldn't you be hurt if people keep nagging you when you already working so hard? It will be frustating. It can led you to stress and even depression.
Kalau saja, KALAU, mereka bisa memberikan setidaknya kritika atau saran yang membangun untuk saya mungkin saya tidak akan sampaisemarah sekesal ini. Bahkan jika mereka tidak bisa memberikan kritik dan saran saya akan sangat menghargai jika mereka memberikan sedikit dukungan. I don't need people to nag me. I need small encouragement so I can do this happily.
Guys, kalau kamu tidak benar-benar peduli dan hanya menanyakan pertanyaan template ini untuk sekedar basa-basi, mending nggak usah deh. Kayaknya masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa dijadikan pertanyaan basa-basi. Ngobroling gosip artis terkini, misalnya.
Sebagai seorang perempuan yang sudah memasuki pertengahan kepala dua dan belum memakai toga, pertanyaan-pertanyaan ini mulai menjadi momok tersendiri buat saya. Pertanyaan-pertanyaan ini tidak lagi menyenangkan buat saya. Maka, alih-alih menjawab dengan sopan saya mulai menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan motivasi membuat si penanya makin kesal. Dibikin kesel sih, keselin balik lah. Masa mau kalah #digamparberjamaah.
Akhirnya saya menyadari betapa toxic dan tidak berfaedahnya pertanyaan-pertanyaan ini. I mean, LITERALLY toxic! Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi pemicu utama stres hingga saya sempat mengabaikan skripsi selama beberapa minggu. The more they ask, the more I avoid it. Saya menjadi muak dan memilih untuk rehat sejenak dari pengerjaan skripsi karena pertanyaan ini mulai mempengaruhi kesehatan mental saya. Saya menjadi sangat stres dan rekan-rekan saya mulai curiga jika saya mulai mengalami depresi.
For the record, saya mulai mengalami insomnia akut sampai pada tahap tidak bisa tidur selama lebih dari 24 jam. Saya menjadi sangat emosional hingga terkadang saya baru dapat tertidur setelah menangis tanpa sebab semalaman. Saya bahkan merasa lapar sepanjang hari, sebanyak apapun makanan yang saya konsumsi.
That's when I began questioning my life purpose. Why I have to finish this, why I have to graduate, what will I do after graduate. Then I realize those toxic questions have nothing to do with my life.
Saya mulai mengambil setiap kesempatan yang memberi saya "alasan" untuk rehat sejenak dari skripsi. Mulai dari pekerjaan jangka pendek semisal pengerjaan artikel hingga proyek jangka panjang yang baru saya selesaikan Maret lalu. Saya mulai mengurangi dosis paparan sosial media saya dan menyibukkan diri pada hal-hal nyata yang tersaji di depan saya. Singkatnya, saya menata mental saya untuk kembali mengerjakan skripsi.
Banyak yang bilang saya terlalu sensitif, baperan. But guys, wouldn't you be hurt if people keep nagging you when you already working so hard? It will be frustating. It can led you to stress and even depression.
Kalau saja, KALAU, mereka bisa memberikan setidaknya kritika atau saran yang membangun untuk saya mungkin saya tidak akan sampai
Guys, kalau kamu tidak benar-benar peduli dan hanya menanyakan pertanyaan template ini untuk sekedar basa-basi, mending nggak usah deh. Kayaknya masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang bisa dijadikan pertanyaan basa-basi. Ngobroling gosip artis terkini, misalnya.
3 komentar
Dan pertanyaan itu ga ada habisnya, malah beranak pinak
BalasHapushttp://www.cakapcakap.com/
jadi kita ngobrolin lucinta luna aja win?? okesippp :V
BalasHapustetep semangat ya win,, jangan hiraukan kata mereka.. #AwinBisa
-Traveler Paruh Waktu
ngomongin ayu tingting kayaknya lebih seru sih bang wahahahahaha
HapusThank you for leaving a comment. Please come back!